Plastik Dari Singkong Bisa Membuat Indonesia Lebih Ramah Lingkungan

Sejak beberapa tahun belakangan ini, kantong plastik sekali pakai banyak menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan dimana-mana, termasuk di media massa. Pemerintah ingin agar rakyatnya mulai meninggalkan nya, sedangkan banyak dari rakyat Indonesia yang merasa berkeberatan dengan kebijakan itu.

Kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap bahaya plastik menghasilkan sikap “menentang” kalau pusat perbelanjaan di Indonesia meniadakan pemberian kantong plastik sekali pakai secara gratis saat mereka berbelanja.

Sebuah situasi yang membuat pemerintah seperti maju mundur , meski di beberapa kota, pelarangan pemberian kantong plastik sekali pakai sudah mulai berlaku, seperti di Kota Bogor yang sejak 1 Desember 2018 menerapkan peraturan bahwa toko modern tidak diperbolehkan menyediakan kantong plastik sekali pakai.

Padahal, sebenarnya ada satu jalan tengah yang bisa diambil sebagai solusi menyikapi perbedaan ini, yaitu dengan menggunakan “plastik” dari singkong.

Karena terbuat dari bahan alami, plastik dari singkong ini mudah terurai secara alami, baik oleh mikroorganisme, panas, air dan dalam waktu yang singkat hanya puluhan hari saja. Bandingkan dengan plastik yang butuh puluhan bahkan ratusan tahun. Belum lagi hasil penguraiannya tidak mencemari lingkungan dengan zat berbahaya.

Setidaknya sudah ada tiga perusahaan di Indonesia yang sudah membuktikan bahwa salah satu tanaman pangan dan umum ditanam di Nusantara bisa diubah menjadi polimer yang berfungsi menggantikan plastik. Bahkan, mereka sudah menjual produk kantong plastik singkongnya ke luar negeri dan dipergunakan banyak merek terkenal.

Ketiga produsen kantong plastik dari singkong itu adalah

1) Enviplast (PT Inter Aneka Lestari Kimia)

Produk kantong plastik dari pati singkong ini sudah diperkenalkan sejak tahun 2011 yang lalu saat pelaksanaan Asian Games di Palembang.

Sudah ada beberapa merk di Indonesia yang menggunakan produknya, salah satunya adalah Pizza Hut dan PHD. (Sumber : Majalah SWA)

2) Telobag

Telo berasal dari bahasa Jawa yang berarti singkong. Bag berarti kantung.

Dan, memang perusahaan ini memproduksi kantong plastik singkong. Silakan lihat sendiri produknya di laman Telobag.

3) Avani Eco

Keprihatinan seorang pria asal Bali terhadap pencemaran plastik di pulaunya, mendorongnya kemudian untuk menghasilkan produk yang disebut Eco-plastic dengan merk Avani Eco.

Bukan hanya dari singkong saja, tetapi dari berbagai bahan alami lain, perusahaan ini sudah menghasilkan produk yang biasa dibuat dari plastik, seperti sedotan.

Dengan kata lain, orang Indonesia sudah menguasai teknologinya. Bahannya juga mudah didapat di Indonesia karena singkong merupakan tanaman yang umum di negara ini.

Belum lagi, selain dampak positifnya bagi lingkungan, perluasan produksi plastik dari singkong bisa memberikan dampak baik berupa hadirnya lapangan kerja jika dilakukan perluasan perkebunan singkong dan perluasan pabriknya. Kehidupan para petani singkong pun bisa membaik.

Dan, yang pasti, mereka yang berbelanja ke supermarket tidak perlu misuh-misuh karena kesulitan membawa belanjaannya karena tidak mendapat kantong plastik atau harus membeli tas belanja yang lumayan mahal harganya.

Kualitas produknya juga bisa diterima pasaran, buktinya, produk perusahaan-perusahaan ini sudah ada yang masuk ke pasar mancanegara dan dipergunakan brand terkenal. Nama-nama terkenal Indonesia pun sudah mulai banyak yang memakainya.

Jika kapasitas produksi bisa diperluas atau perusahaan-perusahaan sejenis bisa dikembangkan, seharusnya sangat mungkin bahwa kantung plastik dari singkong ini akan bisa menggantikan peran kantong plastik yang sekarang dipakai. Hasilnya, kekhawatiran terhadap bahaya yang dihadirkan plastik sekali pakai akan berkurang banyak.

Mungkin, yang menjadi masalah adalah harga yang masih lebih mahal daripada plastik biasa. Hal ini masih bisa diatasi jika produksi nya bisa lebih massal lagi karena semakin massal produksinya, semakin kecil ongkos produksi dan pada akhirnya harga jual akan turun juga.

Lagipula, harga berapapun masih akan tetap lebih murah dibandingkan kerusakan yang diakibatkan oleh plastik pada lingkungan. Sesuatu yang pasti terjadi meski bukan kita yang merasakan, tetapi anak cucu kita, generasi mendatang.

Maukah hal itu terjadi?

Mudah-mudahan tidak.