[PUNAH] Kodok Emas Kosta Rika Yang Malang

Pernahkah Anda mendengar Kodok Emas? Bukan. Bukan patung kodok yang terbuat dari emas, tetapi hewan sungguhan yang hidup seperti kodok umumnya. Jika belum, wajar saja, karena spesies hewan amphibia yang satu ini sudah tidak ada lagi di dunia, alias punah.

Dan, kita, serta generasi mendatang hanya akan bisa melihatnya lewat fotonya saja.

Kodok emas adalah hewan amphibia yang memiliki nama latin Incilius Periglenes atau kerap juga disebut dengan Bufo Periglenes. Hewan ini sebelum punah memiliki habitat yang ada di hutan hujan di kawasan Utara kota Monteverde. Tidak heran kalau dia memiliki nama julukan lain yaitu Kodok Monteverde.

Penampakannya pertama kali ditemukan di tahun 1964 oleh seorang ahli reptilia/amphibia, Jay Savage di hutan hujan Monteverde, Kosta Rika.

Julukan kodok atau katak emas berasal dari warna kulitnya yang oranye. Meskipun ada beberapa variasi berupa bintik, tetapi secara keseluruhan warna tersebut menyelimuti sekujur tubuh fauna ini.

Ukuran tubuhnya tidak panjang, hanya sekitar 39-48 mm untuk pejantan dan 42-56 mm untuk betina. Habitatnya ketika ditemukan berada dalam area yang tidak seberapa luas di hutan tersebut dan berkumpul dalam area yang hanya 8 kilometer persegi saja.

Binatang ini tinggal di atas ketinggian antara 1500-1620 meter di atas permukaan laut dan menyukai hawa dingin/sejuk. Oleh karena itu, mereka banyak ditemukan pada hutan hujan di negara Amerika Tengah itu.

Kepunahannya sendiri masih sulit dijelaskan karena sama dengan kodok pada umumnya, Kodok Emas mampu bertelur banyak setiap kali musim kawin. Paling tidak, seekor betina mampu bertelur 200-400 butir setiap minggu selama 6 minggu musim kawin.

Hanya perlu beberapa hari sebelum telur menetas dan menjadi kecebong. Kemudian dalam beberapa minggu kecebong akan berubah menjadi katak muda.

Biasanya pada musim kawin, para pejantan akan berkumpul di genangan air dan menunggu sang betina pada sekitar Maret-April dimana curah hujan tinggi.

Kepunahan fauna yang juga kerap disebut Kodok Alajuela ini diduga karena beberapa hal, yaitu :

  1. Perubahan iklim / pemanasan global
  2. Badai El Nino yang menyebabkan kemarau panjang di banyak negara
  3. Jamur patogen  chytrid fungus Batrachochytrium dendrobatidis,

Kondisi habitatnya memburuk di tahun 1980-an. Marta Crump, pengarang buku “In The Search of the Golden Frog” menyebutkan bahwa pada tahun 1987 ia masih menemukan hewan ini pada musim kawin. Ia juga menemukan paling tidak ada lebih dari 43 ribu telur hasil perkawinan tersebut.

Sayangnya, beberapa hari kemudian, genangan air yang menjadi tempat kawin para kodok emas  mengering. Dari 43 ribu telur, hanay 29 saja yang menjadi kecebong. Ia menduga hal ini terjadi karena efek badai El Nino yang memang menyebabkan kekeringan dimana-mana.

Pemunculan terakhir dari kodok emas masih terlihat pada 15 Mei 1989, tetapi setelah itu, meski diadakan beberapa kali pencarian dan tetap gagal menemukan tanda-tanda sisa kehidupan dari Incilius Periglenes.

Baca juga : [Punah] Harimau Bali – Harimau Jawa Yang Hidup Di Pulau Dewata

Pada tahun 2004, IUCN mengumumkan bahwa Kodok Emas masuk dalam kategori hewan yang sudah punah.

Sayang sekali memang hewan cantik ini akhirnya hanya akan bisa dilihat lewat foto-foto saja.


Referensi :