Rasa Peduli Merupakan Inti Pembentukan Sikap Ramah Lingkungan

Pembentukan sikap dan gaya hidup ramah lingkungan tidak pernah mudah. Sesuatu yang berhubungan dengan mentalitas dan karakter manusia bukanlah sebuah hal yang mudah. Apalagi jika hal itu menyebabkan seseorang harus meninggalkan gaya hidup yang dijalaninya selama ini.

Salah satu hal yang merupakan inti adalah tentang bagaimana menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan di sekitarnya.

Terdengar mudah diucapkan tetapi sulit untuk diwujudkan.

Cermin dari tingkat kesulitan ini bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari saja. Tidak perlu jauh-jauh harus mengikuti seminar.

Kebiasaan saya untuk mampir ke sebuah gerai Circle K di kawasan Jl. Wahid Hasyim setiap hari untuk sekedar meluruskan kaki yang pegal karena berdiri di Commuter Line menunjukkan betapa ketidakpedulian masyarakat Indonesia itu masih sangat tinggi.

Gerai minimarket ini memang menyediakan beberapa meja untuk para pelanggan duduk dan menikmati apa yang dibelinya.

 

Rasa Peduli Merupakan Inti Dari Pembentukan Gaya Hidup Ramah Lingkungan B

 

Nah, biasanya, saat saya tiba, selalu saja ada yang sudah menanti di meja kosong yang tersedia. Bentuknya berupa kaleng kosong, kotak kemasan minuman yang sudah kosong, tisu bekas, bungkus permen, dan berbagai macam bentuk sampah lainnya.

Padahal, sebuah tong sampah tersedia dalam jarak hanya 3 meter saja dari meja terjauh. Yang terdekat bahkan hanya kurang dari 1/2 meter saja.

Tetapi, banyak pengunjung yang memilih meninggalkan sampah mereka begitu saja. Jelas sekali karena pemikiran khas ala orang Indonesia bahwa itu tugas dari staf disana untuk membersihkan.

Sayangnya, sebenarnya hal itu mencerminkan rasa peduli yang sangat kurang.

Tidak akan makan waktu dan tenaga banyak untuk sekedar membawa sampah yang mereka buat dan menceploskannya ke dalam tong sampah. Tidak akan menghambat kegiatan mereka.

Lagipula, membeli sesuatu dalam kemasan, sebenarnya berarti juga membeli tanggung jawab untuk membuang kemasan kosong ke tempat seharusnya.

Kegagalan banyak orang melakukan hal kecil seperti ini, akan menimbulkan pertanyaan besar. Jika mengurus sampah yang merupakan tanggung jawab mereka saja tidak mau, bagaimana mereka bisa membantu mengurus lingkungan yang tidak secara langsung memberikan imbas kepada diri mereka?

Bagaimana mereka bisa diajak bekerja bakti membersihkan lingkungan, ketika membawa sampah ke tempat yang seharusnya saja tidak mau ? Bagaimana bisa bersama-sama berbicara tentang polusi udara, ketika tidak mau membantu membuang kaleng bekas minuman?

Tidak adanya rasa peduli yang seperti inilah yang membuat gaya hidup ramah lingkungan masih jauh dari bisa terwujud di Indonesia. Hambatannya bukan ada dalam teknologi atau alat, tetapi dalam diri manusia Indonesia sendiri.

Bentuknya, kurangnya rasa peduli.

Dan, biasanya sebagai usaha menjadi manusia yang sedikit lebih ramah lingkungan, sambil berjalan meninggalkan gerai menuju kantor, saya akan membawa beberapa kaleng atau kotak kemasan yang ditinggalkan pengunjung tanpa rasa peduli itu ke tempat sampah. 

Sangat tidak berat kok. Lagipula, tentunya setidaknya akan sedikit menghemat waktu para staf disana. Mereka juga sama seperti saya juga yang akan senang ketika bisa mendapatkan waktu menarik napas dari penatnya bekerja.